Selasa, 21 Juli 2009

Is that what's called love?

Thursday, October 2, 2008


Berlanjut dari posting sebelumnya... DUuuuuh belom puas gw nulisnya.. baru-baru ini ada sebuah kasus. Yaaa sebut saja Bude gw dan suaminya... Bude gw ini orangnya diem banget, nerimo, halus, nurut. Waah pokoknya asik deh. Sedangkan si paman gw itu juga diantara paman-paman yang lain dia yang keliatan paling 'bener'. Keluarganya asik banget. Anaknya yang gede cowo, lebih gede dari gw beberapa tahun dan yang kedua cewe lebih kecil dari gw beberapa tahun. Kakak-beradik itu akur banget...tiap taun pulang kampung bareng. pokoknya gambaran keluarga perfect lah di keluarga besar gw.

Tiba-tiba gw terkejut dengan berita bahwa......... si bude gw ini minta dicerai.. LHO?? serasa bumi dibelah, tsunami melanda monas, australia tenggelam.. wahwahwah mengejutkan.. Ternyata oh ternyata...* dengan segala rasa hormat dan gak ada sama sekali maksud menjelekkan nama siapapun juga di muka bumi ini, ini hanya sebuah kontemplasi* Bude gw itu jatuh cinta dengan orang lain. Dan karena beberapa masalah internal dengan keluarga besarnya seperti masalah perbedaan agama dan banyak perbedaan lain.. Bude nekat mau mengakhiri pernikahannya yang hampir perak itu... WOW! what a life? what a love? what a sparks of falling in love?

Tentu aja semua heboh. Bokap gw heboh sebagai tetua.. nyokap gw heboh sebagai sahabatnya. Gw pun.. yaaa gak heboh juga sih. Tapi gw merasa punya panggilan moral aja mendampingi adik gw itu (anak perempuannya yang baru umur 12 tahun). Gw pernah ada diposisi seperti itu. And it is NOT easy.. NO NO NO! Persis kira-kira di usia yang sama.. masa peralihan SD ke SMP.. Anak perempuan itu harus menghadapi perceraian orang tuanya. Sama sekali gak gampang. Dia cuma diam, gak banyak komentar, bahkan pura-pura gak tau. Tapi gw tau dibalik matanya dia menangis. Gw pernah dan gw ngerti banget rasanya..

Kebetulan kasus ini sebenarnya rumit. Karena bukan sekedar broken trust.. tapi ini lebih karena masalah laten keluarga yang udah diendepin selama 20 tahun lebih. Ternyata ih ternyata sejarah perkawinan mereka pun awalnya gak mudah. Perbedaan yang gak disetujuin dan latar belakang pemberontakan menjadikan pernikahan ini dengan nekat dibangun di atas azaz kebahagiaan saja. Pada suatu titik si Bude gw ngerasa gak bahagia dengan suaminya, begitu juga dasar pernikahannya luluh lantah.

Jadi liburan lebaran yang harusnya dihiasi dengan senyuman dan ketupat *LHO* jadi agak-agak heboh. Gw pergi ke rumanya.. dia nginep disini, dan saling menghibur.. banyak ngobrol dll.. Nyokap gw sebagai sahabatnya berusaha membukakan matanya bahwa perceraian itu gak mudah, gak simple. Banyak yang harus dikorbankan, banyak spekulasi. Mencoba memberi tahu bahwa jadi janda tuh gak gampang, terutama untuk Bude gw ini yang masih butuh financial support dan emotional support. Dan juga mengetuk pintu hatinya lagi berpikir ulang, apakah benar ia mau mengorbankan 2 jiwa anak-anaknya untuk egoisme dan euforia jatuh cinta semata? Nyokap gw banyak cerita bagaimana susahnya struggle up membimbing anak-anak melewati proses perceraian dan pasca pereraian yang gak gampang, apalagi mereka di usia kritis. BAYANGIN! Cewe lagi Abg-abg-nya, baru aja mulai mencari jati diri, mulai merekam figur bagaimana menjadi wanita... Yang satu lagi... lagi brondong-brondongnya, bisa jadi nakal-nakalnya, sedang mulai melihat figur wanita seperti apa yang akan ia cari. BUSET... umur-umur emas tuuuuh. Tega? TEGA? Sumpeh lo TEGA?

Menambah daftar panjang berbagai pertanyaan dan pikiran gw. Kenapa ini kenapa itu. KENAPA. Ada apa sih dengan kehidupan ini? Permainan ini rumit dan gak bisa ditebak. Gw masih mau ngomong banyak soal hidup dan lain-lain. Terutama issue hangat ini. Gw lanjut di posting lain yaaaa...



0 komentar:

Posting Komentar