Saturday, January 26, 2008
Pelajaran sosiologi, seharusnya adalah salah satu pelajaran yang paling gw suka. Karena di dalamnya,kita belajar tentang diri, tentang masyarakat dan tentang lingkungan kita tempat kita belajar dalam proses manusia kita.
Guru sosiologi di sekolah pintar, sebenarnya. Isi ocehannya bagus dan bukan cuma dari buku saja, malahan dia jarang menggunakan buku. Tapi sifatnya yang malas dan asal dannnnnn agak "mengerikan " bagi siswa laki-laki membuat dia dipandang sebelah mata oleh yang lain.
Sebenernya selama ini, gw gak pernah terlalu menganggap dia serius. Di pelajaran ini gw mau serius dan belajar benar-benar tentang masyarakat. Selama ini gw cukup menikmati pidato-pidato panjang dan ocehan yang sering dianggap angin lalu sama anak-anak yang lain. Menurut gw, ocehannya, walau kadang ngelantur, adalah salah satu pesta gagasan kecil. Atau paling tidak, menambahkan gagasan-gagasan yang setengah matang di otak gw.
Tapi kemarin, sebuah kejadian terjadi. Dia berbicara tentang proses sosialisasi masyarakat khususnya pembentukan sosialisasi manusia dalam lingkungannya. Dia membahas menjadi beberapa lingkup. Yang pertama adalah lingkup keluarga, karena keluargalah kelompok masyarakat pertama yang dimiliki seseorang dan tempat dimana ia menghabiskan kebanyakan waktunya dalam hidup.
Merembet tentang proses sosialisasi yang tidak sempurna, kala keluarga yang menjadi pembentukan pertama tidaklah berjalan sesuai fungsi alamnya.
"Biasanya dalam proses pembentukan karakter, anak-anak yang lahir atau tumbuh di keluarga yang tidak utuh menjadi pribadi yang tidak sempurna pula. Mayoritas anak-anak, maaf, keluarga broken home begitu, biasanya menjadi masalah dalam masyarakat. Karena pribadi yang tidak utuh, akibat dari proses pembentukannya yang tidak sempurna, dia jadi tidak punya dasar yang kuat." Beliau menjabarkan.
Spontan, gw langsung mengangkat tangan dan memetik jari. (temen-temen gw sekelas kaget gw segitu beraninya meng-interupsi guru dengan petikan jari, serasa memanggil waiters. Gak tau, saat itu gw gak peduli.
"Menurut saya, Anak-anak dengan keluarga yang tidak utuh, justru menadi lebih kuat dibanding anak-anak laiinnya, karena pribadi dan karakter mereka bukan hanya dibentuk, namun diuji ketahanannya." Entah apa yang bisa membuat gw nyerocos lancar menyaingi pakar sosiologi, yang jelas gw gak setuju dengan pendapat dia saat itu.
Dia tampak kaget sebentar, sebelum dapat meneruskan. Lalu dia seperti mengerti dan menanggapi.
"Tidak salah yang anda katakan. Pada anak-anak berkarakter kuat dan penerimaan yang baik. Mereka mungkin malah menjadi fighter terkuat diantara yang lain. Tapi seperti yang sebutkan, mayoritas anak-anak broken home tidak seperti itu. Mungkin anak-anak yang terbentuk baik hanya 0,1 percent dari keseluruhan. Tapi seperti yang kamu katakan, saya yakin 0,1 percent anak-anak itu akan menjadi pemimpin yang terbaik dengan kekayaan karakter yang telah mereka lalui, dan mereka akan menjadi buah yang mungkin sekali lebih baik daripada anak-anak lain karena mereka sudah diuji, bahwa mental mereka lebih baja, lebih kuat dari yang lain. Seperti ada murid saya dulu, dia adalah hasil anak broken home, perempuan. Dia sekarang menjadi pemimpin redaktur sebuah majalah, yang anak buahnya banyak yang laki-laki. Dan dia sangat memperhatikan sekali bawahan-bawahannya. Karena seperti yang kita tahu. Orang yang pernah lapar akan lebih memperhatikan orang lapar, karena ia pernah merasakannya. Anak-anak seperti itu akan lebih peduli terhadap sesamanya, saya yakin. Tapi sekali lagi, mungkin itu hanya 0,1 percent anak-anak emas seperti itu. Kalau semua anak korban broken home dapat mengambil hikmah positifnya seperti itu. Saya yakin sekali dunia ini akan lebih baik." Dia mengakiri dengan anggukan dan tatapan langsung ke mata gw.
Buat gw sendiri, kalimat itu menantang. Seperti pembuktian bahwa yang ia bilang tidak selamanya benar. Paling tidak gw berusaha masuk ke golongan 0,1 percent itu.
Malam harinya gw ngobrol sama temen gw.
gw bilang, "kita tunjukin, kalo kita anak golongan 0,1% yang jadi anak-anak emas, pemimpin terbaik, orang-orang terkuat, orang-orang yang peduli"
dia menjawab sesuatu yang gw cukup kaget, karena sebelumnya gw gak kepikiran. "bukan cuma kita aja kok yang bisa, anak-anak lain yang 99,9% juga pasti bisa jadi seperti itu."
Kita tunjukin, kita buktiin Li, Sa, Rin, Le, Fay, kak... kalo kita bukan hanya menjadi seorang pribadi yang utuh, tapi juga berguna bagi orang lain. Biar dunia liat, kalau manusia gak bisa dibedakan berdasarkan tempat atau keadaan dia dibesarkan. Manusia dinilai akan dirinya yang sekarang. Dan kita buktikan, kalau kita gak mau dicap buruk, rusak, pengacau, tapi kita adalah tunas-tunas pemimpin yang belum berbuah. Tapi nanti mereka akan liat, kalau tiba saatnya, buah yang kita hasilkan akan lebih kuat daripada mereka yang hanya tahu belaian dan pujian. Kita buktikan, kalau air mata dan darah yang mengalir dari luka di hati kita bukan saja menguji kita, tapi membentuk kita dengan sempurna menjadi menusia yang utuh dan lebih kaya daripada mereka...
Seperti judul ini, "Golden Rotten Apple", emas dari buah-buah yang rusak.
QUOTE TODAY:
THEY SAID, I'M A ROTTEN APPLE.
YES, I AM. BUT THE GOLDEN ONE
0 komentar:
Posting Komentar