
Seorang temanku pernah bilang dalam sebuah percakapan kotak ungu, "Tenang aja, Neng! You're seventeen. Di umur 17 tahun, semua yang elu lakukan : SAH!". Aku tertawa renyah, dilambangkan dengan tawa virtual yang berlebihan. Percakapan itu terjadi, beberapa hari sebelum aku meniup lilin ketujuh belasku dalam balutan gaun putih, di semaraknya kota Baghdad yang artifisial.
Sudah beberapa bulan sejak hari itu. Malam dimana, seorang penari perut meliuk-liuk nakal di lantai dansa, khusus untukku. Malam itu, langit pecah sejuta warna, bunyi-bunyi dari loteng beraroma rempah-rempah timur tengah. Malam itu, berpuluh-puluh tangan terdekatku mengangkat gelas kristal, berisi Sangria merah dan denting-denting es bening di dalamnya, mengucapkan harapan dan doa untukku di umur yang keramat. Malam ini, adalah malam kesekian ratus, sejak aku tersenyum bahagia menjadi putri semalam.
Kata orang dan kata semua pembawa acara di semua pesta sweet seventeen, 17 adalah umur yang tak akan terlupakan. Umur yang manis yang paling akan dirindukan. Umur keramat, yang mengubah gadis menjadi perempuan sempurna. Mungkin di beberapa tradisi daerah, umur keramat itu punya makna tertentu. Dalam kenegaraan, 17 hanyalah sekedar umur dimana orang wajib punya KTP (walau sebagian mengurus KTP ketika mau menikah). Bagi remaja-remaja sekolah menengah atas, 17 adalah angka kebanggaan dan segala tameng senang-senang "Mumpung 17 gitu lhoooo!" sahut mereka. Bagiku, 17 adalah angka sial.
Bukan sekali dua kali, kubuka formulir pendaftaran online untuk berbagai kegiatan. Kegiatan musik, kegiatan pertukaran budaya, organisasi sosial, konfrensi lingkungan dan training-training internasional. Dan entah apa lagi.
'Syarat : Aktif di berbagai organisasi dan kegiatan. ' Check.
'Berkemauan untuk belajar dan menjadi bagian dari perubahan'. Check.
'Sehat jasmani dan rohani', untuk yang ini aku kurang yakin kalau aku cukup bisa dikategorikan waras, tapi untuk sekedar tingkat kewarasan dasar, aku rasa aku lulus. Jadi, Check.
'Umur : sudah berumur 18 pada bulan Agustus". Sial.
Dan hal ini terjadi lagi, tepat malam ini. "Pendaftaran Relawan untuk Event Musik Jazz Internasional 2010". Formulirnya cukup mudah diisi. Aku mulai mengisi. Nama Panggilan, Nama Belakang, Jenis Kelamin, Tempat Tanggal Lahir.....
Aku memilih tanggal 1, bulan Mei, dan lalu tahun...... tahun terkecil adalah tahun 1990. Sial! Sekali lagi umpatku dalam hati.
Mengenai kesialan angka keramat itu juga bukan hanya berakhir di pendaftaran kegiatan-kegiatan pemuda (baca : umur 18 sampai 25 tahun). Hal yang membuatku mengumpat umur 17 juga terjadi semalam.
"Eh, jadi lo tuh anak angkatan berapa sih?" tanya seorang kawan-pacarku.
"Hm, angkatan apa nih?" tanyaku hati-hati.
"Elo... lulus SMA? atau kuliah? Eh, lo kuliah kan?"
"Hm, foundation year sih sebenarnya"
dan selalu pasti di sambung dengan pernyataan... : "Oooh, Apa tuh?"
"Sesudah SMA, tapi sebelum kuliah" dengan kejemuan tingkat tinggi aku terpaksa menjawabnya.
"Ooooh, baru (belom) lulus SMA toh." kubalas dengan senyum hambar.
"Jadi, umur berapa sekarang? Kelahiran berapa sih lo?" Lanjutnya lagi, belum puas rupanya menginjak-injak mukaku. Padahal hidungku sudah menyerngit mempertahankan senyum.
"17. Baru 17 taun kok."
"Ooooooooh, baru 17 tahun." sambil mengangguk-angguk, seakan semua pertanyaan yang menghantui pikirannya selama ini terjawab oleh sebuah jawaban sederhana. Tujuh Belas.
Jangan kira semua kesialan angka keramat itu berakhir sampai disini. Itu hanya dua kesialan dempet yang kudapati dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Aku belum cerita tentang sebutan yang teman-teman 'dewasa'ku, panggilan sayang katanya, Abil (Abege labil). Dan juga berbagai hal lain yang menjengkelkan karena dipandang sebelah mata, karena umurku yang rasanya lama sekali bertambah.
Mungkin kau tergelak membaca ini. Dan akan bilang 'Beware what you wish for' atau 'lima tahun lagi, kau akan memelas-memelas untuk jadi 17 tahun lagi' atau berbagai hal semacamnya. Tentu saja aku tahu, sadar dan paham bahwa aku tak mengerti sedikitpun tentang rahasia waktu, misteri umur semesta. Tapi tetap saja, aku bukan saja jengkel dan merasa bosan di umur 17 dan kadang berharap kalau umur bertambah setiap 6 bulan, bukannya 1 tahun. Aku juga kadang sedih, karena berbagai keterbatasan yang kumiliki karena sel-sel tubuhku belum berusia genap di atas 18 tahun. Aku juga tahu bahwa waktu akan segera datang dan saat-saat ini (mungkin) akan kurindukan.
Mungkin aku akan mengingat tahun ke 17 dalam hidupku sebagai tahun yang sangat nakal dan berapi-api. Tahun yang penuh pancaroba dan badai. Bukan artinya aku mengesampingkan segala hal manis-manis yang kudapat di tahun ke 17 ku ini. Tapi percaya deh, 17 tahunku tidak sesempurna yang diceritakan di serial-serial drama barat. 17 tahunku adalah kurva yang menurun dan sialnya lagi, belum titik minimum.
17 tahunku penuh perubahan (mungkin semuanya juga begitu), tapi perubahan itu membuatku berperang dengan diriku sendiri, mencari diriku yang tertumpuk pribadi-pribadi lain yang entah siapa. 17 ku bukan titik peneguhan, yang ada aku malah makin bingung dan kehilangan fokus. Tapi sedihnya, di umur 17, pertanyaan seperti 'Mau jadi apa ya nanti?' sudah malu untuk dilontarkan. 17 ku penuh kemalasan, bukan prestasi gilang gemilang yang menyilaukan seperti ketika umurku 15 tahun. Bahkan di umur 17ku, kurasa tingkat intelegensiku menurun, dan tak lagi percaya bahwa bumi bisa diselamatkan. 17ku penuh pesimistik (ah, mungkin aku terkena teenage depression). 17ku penuh kematian, kematiaan kepercayaan, kreatifitas dan mimpi-mimpi kanak-kanakku. 17 ah.... siapa masih berani bilang di depan wajahku,bahwa itu angka yang mujur?
Aku tidak berdoa supaya aku cepat tua, aku hanya berharap 17 tahunku berlalu (cepat atau lambat) dengan selamat. Aku sudah jemu, jengah dengan tatapan banyak orang yang memandang 17 sebagai angka olok-olok. Bosan dengan sesi perubahan ini itu yang melelahkan. Aku ingin angin waktu cepat menghembuskan napasnya pada lilin ke 17 ku, dan segera akan kunyalakan lilin berikutnya, yang aku tahu tak akan lebih mudah. Tapi yah.... Namanya juga anak abege 17 tahun, nikmati sajalah celotehnya. Bukankah kau tadi bilang, 17 itu akan dirindukan. Nih kubawakan sedikit oleh-oleh dari negri 17. Celoteh renyah yang mudah-mudahan mampu mengingatkanmu tentang tahun ke17mu yang lalu-lalu.
Cheers,
Neng Ipee
0 komentar:
Posting Komentar